Teknologi Blockchain dewasa ini diterapkan secara masif baru pada bidang cryptocurrency ditengah potensinya yang besar (Sumber: pixabay) |
Bitcoin, sebuah mata uang elektronik yang jamak disebut sebagai cryptocurrency (mata uang yang berbasis kriptografi) mulai masuk dan dikenal di Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Dibalik gegap gempitanya, ternyata mata uang elektronik ini menyimpan misteri terkait penciptaannya. Sampai saat ini, bahkan tidak ada orang yang benar-benar tahu siapa yang sebetulnya berada dibalik kemunculan Bitcoin dan teknologi canggih namun sederhana yang berada di baliknya: Blockchain.
Sejak diluncurkan pada tahun 2009, Bitcoin Project yang merupakan project open source ini ternyata masih menyisakan misteri. Penggagas teknologi dibalik Bitcoin, seseorang yang menggunakan pseudonym Satoshi Nakamoto, ternyata tidak pernah diketahui identitas dan keberadaannya di dunia nyata.
Satoshi menerbitkan sebuah artikel ilmiah pada tahun 2009 di sebuah mailing list para kriptografer (ilmuwan di bidang keamanan data elektronik/enkripsi), yang berjudul "Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System". Artikel ini menjelaskan secara detail gagasan dasar dan proof-of-concept berupa penerapan teknologi Blockchain dan distributed ledger (database terdistribusi) untuk transaksi elektronik.
Kelahiran Bitcoin dan Ancaman terhadap Dunia Perbankan
Kelahiran teknologi Blockchain yang sekaligus mendorong lahirnya Bitcoin ini, ternyata secara tidak langsung juga menghadirkan aplikasi baru dalam hal metode pencatatan transaksi khususnya transaksi elektronik. Pencatatan transaksi keuangan yang saat ini diterapkan oleh Bank adalah pencatatan transaksi keuangan yang terpusat. Bitcoin, dengan distributed-ledger-nya menggeser peran pencatatan yang dilakukan oleh bank, yang kemudian digantikan oleh para miner.
Bitcoin miner sendiri adalah sebutan untuk orang-orang yang aktif melakukan pemecahan kode-kode kriptografi dalam untuk melengkapi blockchain guna kepentingan verifikasi transaksi. Karena bagian-bagian dari blockchain disebar ke banyak pihak sehingga verifikasi atas urutan blockchain/urutan transaksi dilakukan oleh banyak mesin sehingga hampir mustahil untuk bisa di-crack.
Bitcoin transaction (Sumber: Nakamoto, S. (2009)) |
Pihak Bitcoin Project sendiri menyebut Bitcoin sebagai sebuah "innovative payment network and a new kind of money". Mereka mengklaim bahwa dengan teknologi ini, terdapat setidaknya 12 area inovasi yang ditawarkan.
Duabelas area inovasi yang ditawarkan melalui teknologi Blockchain yang dimanfaatkan untuk membangun sebuah jaringan peer-to-peer untuk transaksi elektronik yaitu:
- Pencegahan terhadap upaya penipuan (fraud)
- Aksesibilitas Global
- Efisiensi biaya
- Kemudahan dalam donasi/pemberian tips
- Kemudahan dalam crowd funding
- Micro payment (pembayaran untuk nilai yang kecil), misal membayar pulsa internet per kilobyte
- Teknologi ini juga dapat dipakai untuk mediasi (dengan multiple signatures)
- Multi-signatures account (transaksi hanya diterima bila tanda tangan/signature dua pihak atau lebih ditemukan)
- Tingkat kepercayaan yang tinggi (karena terenkripsi)
- Sistem yang resilien dengan prinsip desentralisasi (jika terjadi kegagalan koneksi misalnya di satu titik, langsung tercover oleh titik yang lain)
- Pelayanan otomatis
Namun demikian, hal ini tidak serta merta membuat Bitcoin mudah diterima semua pihak. Salah satu karakter yang tersemat pada Bitcoin adalah volatility yang tinggi. Ini artinya, nilai Bitcoin tidak dapat dijamin berada pada level yang stabil. Pada suatu saat, nilai tukar Bitcoin dapat sangat tinggi, tapi satu jam selanjutnya dapat turun drastis.
Hal ini dikarenakan Bitcoin hanya memiliki nilai nominal saja dan tidak memiliki nilai intrinsik dan di backup dengan emas sebagai komoditas yang berharga stabil secara riil di suatu tempat.
Karenanya, baru-baru ini Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan tertinggi di Indonesia kembali menegaskan larangan penggunaan Bitcoin dalam setiap transaksi di Indonesia. Menurut laporan dari katadata, BI akan segera membuat dan menerapkan aturan baru mengenai hal ini. Pelarangan ini termasuk pelarangan transaksi Bitcoin yang dilakukan oleh berbagai perusahaan fintech startup yang marak muncul belakangan ini.
Selain alasan tersebut, tentu saja Pemerintah khawatir bahwa uang elektronik ini bisa dipakai untuk transaksi-transaksi ilegal yang dapat membahayakan keamanan nasional. Sedangkan karakternya yang volatile menyebabkan bitcoin memiliki sifat yang tergolong gharar, atau ketidakpastiannya tinggi. Mungkin, potensi inilah yang menyebabkan pencipta bitcoin menyembunyikan identitas aslinya.
Pemanfaatan Teknologi Blockchain Selain untuk Transaksi Keuangan
Ternyata, selain dimanfaatkan untuk transaksi keuangan elektronik, teknologi Blockchain dapat dimanfaatkan untuk hal-hal lain.Salah satu area yang di masa depan mungkin memanfaatkan teknologi Blockchain adalah administrasi lahan. Hal ini terungkap dalam konferensi yang dilaksanakan oleh Bank Dunia di Washington DC, Maret tahun ini.
Dalam presentasi berjudul "Will Blockchain Technology Revolutionize Land Administration?" yang dibawakan oleh perwakilan ChromaWay, salah satu developer blockchain, dibahas mengenai kemungkinan pemanfaatan teknologi Blockchain ini dalam administrasi pertanahan maupun transaksi properti.
Sementara itu, salah satu pegiat teknologi informasi paling terkenal di Indonesia, Onno W. Purbo juga dalam salah satu statusnya di laman media sosial melontarkan gagasan pemanfaatan teknologi blockchain, hyperledger, dan smart contract untuk reformasi birokrasi, pencegahan korupsi dan peningkatan efisiensi perusahaan.
MIT Technology Review dalam salah satu artikelnya yang tayang pertengahan September lalu, mengetengahkan gagasan penggunaan teknologi blockchain untuk kepentingan layanan kesehatan. Dalam artikel tersebut, Mike Orcutt sang penulis menyampaikan pandangannya mengenai keberadaan data kesehatan yang seringkali tersebar pada banyak sistem dan tidak mudah diakses pada saat-saat yang sangat diperlukan.
Teknologi kesehatan (ilustrasi) (Sumber: Darko Stojanovic - pixabay.com) |
Namun demikian, masih dalam artikel yang sama, Orcutt menekankan bahwa pemanfaatan teknologi blockchain dalam dunia kesehatan hanya mungkin jika blockchain khusus untuk pelayanan kesehatan diciptakan untuk keperluan tersebut.
Meskipun penerapannya masih jauh dari realisasi, sekelompok peneliti pada MIT Media Lab telah mulai mengembangkan prototipenya yang disebut MedRec. Dalam whitepaper setebal 13 halaman tersebut, tim peneliti MIT mengajukan inovasi desain yang mendasar pada Electronics Health Records (EHRs) atau rekam medik elektronik.
Dengan memanfaatkan kekuatan teknologi blockchain, MedRec merupakan sistem EHRs yang menawarkan fitur data sharing yang tetap mempertahankan akuntabilitas, kerahasiaan data, dan kemudahan penggunaan data. Sementara untuk sistemnya, akan "dijaga" oleh para peneliti di bidang kesehatan dan para stakeholder di bidang kesehatan lainnya dengan reward berupa data kesehatan yang telah di-anonim-kan sehingga yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian-penelitian lebih lanjut.
Referensi:
Nakamoto, S. (2009). Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System. Retrieved December 6, 2017, from https://bitcoin.org/bitcoin.pdf
Will Blockchain Technology Revolutionize Land Administration? (n.d.). Retrieved December 06, 2017, from http://www.worldbank.org/en/news/video/2017/08/15/will-blockchain-technology-revolutionize-land-administration
Orcutt, M. (2017, September 22). Blockchain technology will revolutionize medical records-just not anytime soon. Retrieved December 06, 2017, from https://www.technologyreview.com/s/608821/who-will-build-the-health-care-blockchain/
No comments:
Post a Comment