Ki Hajar Dewantara, 1949, Menteri Pendidikan RI ke-1 (Sumber: wikipedia.org - Public Domain) |
"Selamat Hari Guru 2017!"
Guru adalah sosok yang bagi kebanyakan orang merupakan panutan. Bahkan dalam ungkapan Jawa, kata "Guru" mengandung makna "digugu lan ditiru", yang artinya kurang lebih sosok yang bisa diikuti dan ditiru.
Di dunia pendidikan nasional sendiri, penghargaan terhadap guru (dari segi kompetensi dan penghasilan) semakin meningkat. Namun, tidak bisa dipungkiri juga terkadang kita masih mendengar berita di media mengenai nasib guru yang dipersalahkan oleh murid maupun orang tua murid karena satu dan lain hal dalam metode pengajaran yang dia terapkan.
Kali ini, PabrikTren secara umum akan menampilkan kumpulan potret dan gambaran guru dan pendidikan di Indonesia dari waktu ke waktu.
Gambaran-gambaran perkembangan ini akan cukup menarik, karena pada masa-masa awal sejarah, potret guru dan gambaran aktivitas pendidikan digambarkan melalui pahatan-pahatan dan relief di candi dan artefak lain. Lalu masa kolonial dimana gambaran mengenai guru dan aktivitas pendidikan yang dilaksanakan sudah terpotret dengan adanya dokumentasi foto. Hingga saat ini dimana aktivitas belajar mengajar sudah bisa dilaksanakan jarak jauh secara online.
Masa Kerajaan
Relief Jataka di Candi borobudur, menceritakan kisah burung pelatuk baik hati (Sumber: kemendikbud.go.id) |
Pada masa dahulu, pendidikan berarti pendidikan secara keseluruhan, yang meliputi pendidikan spiritual, budi pekerti dan pendidikan pengetahuan. Aktualisasinya sendiri muncul dalam berbagai bentuk. Salah satu potretnya, misalnya muncul pada relief-relief candi.
Relief Jataka bergambar burung pelatuk, singa, dan rusa di atas sebagaimana dikisahkan di laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI merupakan salah satu contohnya. Pendidikan dihadirkan melalui kisah-kisah yang lancar mengalir di pahatan-pahatan batu.
Pada relief ini, burung pelatuk yang baik hati dikisahkan bertemu dengan singa yang sedang membutuhkan pertolongan. Sang singa sedang sakit karena di dalam mulutnya tersangkut duri dan tulang setelah dia makan. Lalu datanglah burung pelatuk tersebut untuk menolongnya, membuka mulut sang singa dan mengambil tulang yang membuatnya sakit tersebut sehingga singa dapat kembali sehat seperti sediakala dan ditinggalkan sang burung pelatuk.
Alkisah, pada suatu waktu saat sang burung pelatuk sedang mencari makan, ia kembali bertemu dengan sang singa yang sedang menikmati daging rusa buruannya. Sang burung pelatuk mengiba meminta sedikit daging untuk mengisi perutnya, namun demikian sang singa menolak. Akhirnya sang burung pelatuk pun hanya bisa berlalu dengan perut yang masih kosong, tanpa merasa marah terhadap sang singa yang pernah ditolongnya. Pelajaran yang hendak disampaikan dalam relief ini kurang lebih adalah bahwa dalam menolong orang lain kita harus ikhlas dan tidak mengharapkan balasan.
Kisah pendidikan karakter serupa semacam ini juga dapat kita temukan di bagian relief lain baik di Candi Borobudur maupun candi-candi dan artefak bersejarah lainnya.
Guru sendiri pada jaman kerajaan dapat berasal dari beberapa kalangan, yaitu: guru yang menguasai hal spiritual (semacam brahmana, kiai, maupun wali), guru yang menguasai ilmu kanuragan (guru dari golongan ksatria), dan guru yang menguasai skill dan teknik pembuatan sesuatu benda (empu-empu). Namun demikian, bukan berarti guru dari suatu kalangan tidak bisa menguasai skill atau keahlian dari kalangan lain. Sangat mungkin seorang guru priritual pada masa lalu juga menguasai ilmu kanuragan maupun keterampilan membuat suatu benda sekaligus.
Wali Songo (Sumber: okezone.com) |
Masa Kolonial
Potret Guru di sebuah sekolah di Gambir, circa 1935 (Sumber: Dokumentasi KITLV - http://media-kitlv.nl/) |
Di masa kolonial, format pendidikan yang ada di tanah Indonesia mulai berubah dan mulai mengikuti struktur pendidikan yang dikenalkan oleh dunia Barat. Pendidikan berupa pengetahuan maupun skill profesi yang diajarkan oleh guru di dalam kelas, dalam rentang waktu yang telah ditentukan.
Potret yang merupakan koleksi KITLV di atas menunjukkan kumpulan guru sebuah sekolah di kawasan Weltevreden (Gambir) sekitar tahun 1935. Dapat dilihat dari foto bahwa sebagain besar guru merupakan orang-orang Barat pada waktu itu yang dikirim ke Hindia Belanda untuk mengajar.
Tentu pada saat itu, tidak semua kelas masyarakat dapat merasakan pendidikan a la Barat yang ada di Hindia Belanda. Namun demikian, pendidikan model ini cukup untuk membuat para founding father Indonesia untuk belajar menimba ilmu dan berjuang demi kemerdekaan bangsa melalui ilmu yang mereka kuasai.
Suasana kelad di suatu sekolah di Madioen, circa 1916-1919 (Sumber: KITLV - http://media-kitlv.nl/) |
Murid sebuah sekolah perusahaan di Djokja (Sumber: KITLV - http://media-kitlv.nl/) |
Murid sekolah di Koeningan, dekat Cirebon, circa 1916-1919 (Sumber: KITLV - http://media-kitlv.nl/) |
Masa Kini
Guru menjalankan tugas (Sumber: kemdikbud.go.id) |
Kehadiran sekolah alam, home schooling, sampai dengan pembelajaran online (online course) menambah dinamika dan alternatif pembelajaran di dunia pendidikan, tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia.
Selain itu, pemerintah sendiri juga memiliki program seperti kuliah terbuka dan bahkan memiliki channel TV khusus seperti TV Universitas Terbuka yang disiarkan di Satelit Palapa D, pada frekuensi transponder 3809 V 10000. TV ini juga memiliki Youtube channel lho di sini.
Tentu, berbagai pola pengajaran tersebut memiliki nilai plus dan minusnya sendiri-sendiri. Akan tetapi keberadaannya akan saling melengkapi. Dengan demikian, tugas guru tidak lagi monoton. Harapannya, guru dapat kembali berperan sebagai sosok pendidik yang lengkap. Guru tidak hanya menjadi pengajar, melainkan sosok pendidik yang bisa "digugu lan ditiru".
Dengan demikian, guru dapat kembali menjadi motor penggerak kemajuan bangsa melalui pendidikan spiritual, budi pekerti dan karakter, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sekali lagi, Selamat Hari Guru 2017 untuk guru-guru di seluruh pelosok Indonesia! Selamat mengabdi bagi bangsa!
Jangan lupa like dan share ya agar lebih banyak orang tahu...! :)
No comments:
Post a Comment